Rabu, 15 Januari 2014

Jawaban No. 2 M. Exel


NO NAMA TANGGAL PELAKSANAAN Th. Akademik 2013/2014
NIM Dalam angka Nilai Keterangan (L/TL)
xt xm Ft Akhir Huruf
                 
1 M. ZULFAN A1B107082 80 80 74 77,6 B+ L
2 RISNA HIDAYATI A1B109083 80 87 74 79,7 B+ L
3 ELLYANIE A1B109084 75 80 76 76,9 B+ L
4 YUNITA HALIFAH A1B109085 75 78 75 75,9 B+ L
5 RIANYANTI A1B109086 80 80 78 79,2 B+ L




















Adat dan Upacara Perkawinan Suku Dayak Warukin Kabupaten Tabalong



Nama: Laili Hidayati
NIM: A1B110202
Tugas: TIK

Adat dan Upacara Perkawinan

Suku Dayak Warukin Kabupaten Tabalong


Asal Mula Desa Warukin

Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang lelaki bernama Nawuraha yang konon berasal dari Kalimantan Tengah, bermaksud mencari dan membuka lahan pemukiman baru.
Usaha Nawuraha tersebut tidaklah mudah, karena ia harus berhadapan dengan hutan belantara yang belum pernah terjamah oleh tangan manusia. Dengan berbekal peralatan seadanya seperti busur, sumpit dan mandau, Nawuraha bersama temannya terus berjalan mencari pemukiman baru.
Sampai di satu tempat, Nawuraha mendapat firasat gaib bahwa untuk mendapatkan tempat bermukim yang baik, ia harus membidikkan anak panahnya ke satu tempat.
Nawuraha pun menarik busur dan melepaskan anak panahnya. Kemudian ia berjalan lagi menuju ke arah anak panah tersebut. Setelah ditelusuri, Nawuraha mendapati anak panahnya tersangkut di atas pohon “Lelutung” yang biasa menjadi tempat bersarangnya “wanyi” (tawon). Maka ia pun mulai membuka lahan dan membuat pemukiman di sekitar tempat itu seperti bisikan gaib yang diterimanya.
Tempat itulah yang sekarang dikenal sebagai Desa warukin atau Waruken, yang merupakan paduan dari kata “Weruk”  atau Beruk (kera) dan “Papaken”  atau buah Pepakin (sejenis duren tetapi isinya berwarna kuning).
Satu saat, seorang warga Desa Warukin mengalami kegamangan hati. Di tengah kesulitan hidup ia kemudian menyepi ke hutan belantara untuk mencari pencerahan dan makna hidup yang sebenarnya.
Tiba-tiba muncul sosok legenda penjaga kampung mereka yang tidak lain adalah Nawuraha, memberikan kepadanya buah semangka yang harus dihabiskannya saat itu juga.
Setelah buah itu dimakannya tak bersisa, tanpa sadar tubuhnya bisa melingkar bulat elastis seperti buah semangka. Itulah asal tarian bulat yang dikenal sekarang. Maknanya adalah bahwa dalam menghadapi kehidupan ini, seseorang harus memiliki pendirian dan keyakinan yang bulat kepada yang maha Kuasa. (adi)

Suku Dayak Warukin




suku Dayak Warukin
(clinicoustic.blogspot.com)

Suku Dayak Warukin, adalah salah satu suku dayak yang bermukim di kabupaten Tabalong. Populasi suku Dayak Warukin diperkirakan sebanyak 1.858 orang. Suku Dayak Warukin hidup di antara budaya melayu Banjar, tetapi mereka tetap bisa mempertahankan tradisi dan budaya mereka dari budaya mayoritas suku Melayu Banjar.
            Bahasa Warukin adalah tergolong ke dalam bahasa Maanyan, karena secara budaya dan asal usul bahwa suku Dayak Warukin adalah bagian dari sub suku Dayak Maanyan. Masyarakat suku Dayak Warukin pada masa lalu menganut agama Kaharingan, tetapi saat ini diperkirakan sudah tidak ada lagi yang menganut agama asli suku dayak ini. Hanya saja beberapa tradisi adat Kaharingan masih tetap dijalankan. Nama Warukin berasal dari kata Weruken, yang dulunya adalah suatu tempat yang banyak terdapat pohon papaken (durian hutan) yang disukai oleh weruk (beruk). 

suku Dayak Warukin
(banuahujungtanah.wordpress.com)
Salah satu acara adat pada suku Dayak Warukin adalah Aruh Mambuntang atau Buntang Pujamanta. Ini adalah ritual yang tetap dijalankan oleh suku Dayak Warukin, biasanya dalam ritual adat ini mengorbankan kambing, babi dan ayam.
Ada satu ritual yang dianggap lebih bergengsi yaitu Buntang Pujamea, yang biasanya mengorbanan hewan yang lebih besar seperti kerbau. Tradisi lain adalah mambatur dan balontang, yang sebenarnya tradisi ini hampir sama tetapi dibedakan dari segi mantra dan dipimpin oleh balian (pendeta Kaharingan). Perbedaan lain, patung balontang diarahkan ke barat sebagai simbol arah alam kematian, sedangkan pada mambuntang patung diarahkan ke timur sebagai simbol kehidupan. Suku Dayak Warukin rata-rata memiliki kebiasan hidup dengan mata pencaharian sebagai petani Karet. Selain itu ada yang juga yang memanfaatkan hutan sebagai lahan perburuan untuk berburu binatang hutan seperti babi dan rusa.

Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak sekitar 13 KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini ±1858 orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet.
Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku-suku lain yang berbaur didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan masyarakan antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali persaudaraan antar suku, agama, dan ras.

            Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan KAHARINGAN.Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang di kenal dengan sebutan pasar Bajud, sesuai dengan tempatnya. Disinilah terjadi transaksi dan interaksi antar warga.
2.Asal usul Warukin sendiri berasal dari kata Weruken,yang dulunya adalah tempat yang banyak terdapat pohon durian/papaken (ma’anyan, yang disukai oleh binatang sejenis kera yang di sebutnya weruk (ma’anyan).

            Tempat ini juga konon katanya diberi nama oleh seseorang pengembara yang mencari tempat tinggal, dimana untuknya melanjutkan hidup dan mencari makan. Seorang ini sanagat sakti, Tampan dan Gagah. Dengan Hipet(dayak) yang digunakannya untuk mencari tempat tinggal ia tembakan dan jatuh tepat ditempat yang banyak di tumbuhi pohon papaken, yang amat disukai oleh weruk. Maka dijadikannyalah tempat itu sebagai tempat tinggalnya yang kemudian di beri nama Weruken atau dikenal dengan sebutan Warukin(sekarang).
Sebagaimana suku lainnya, suku dayak di daerah ini juga memiliki kebudayaan dan ritual serta upacara adat. Misalnya pada saat perkawinan, kematian, upacara ucapan syukur, pesta panen, dll.

3.Bahasa
            Bahasa yang digunakan oleh masyarakat ini iyalah bahasa ma’anyan, tidak jauh beda dengan suku dayak yang ada di daerah Bar-tim hanya saja mungkin karena terpengaruh dengan dialeg sekitar nya maka dialeg dan gaya bicaranya sedikit beda dengan suku dayak yang ada di Bartim. Setidaknya mungkin karena desa ini adalah satu-satunya pemukiman masyarakat dayak di daerah tabalong. Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
            Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa subetnis. Suku terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :

*Maanyan Paju Epat (murni)
* Maanyan Dayu
* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)

            Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.
1. Kematian

            Makam suku Maanyan menunjukkan hierarki sosial. Jajaran makam kaum bangsawan terletak di hulu sungai, disusul ke arah hilir untuk makam kaum tentara, penduduk biasa, dan yang paling hilir adalah makam untuk kaum budak.indonesia.

Suku Maanyan di Kabupaten Tabalong dan Balangan di Kalimantan Selatan


            Peta Kecamatan Tanta, di dalamnya terdapat dua desa yang dihuni Dayak Maanyan Orang Dayak Maanyan Warukin yang sering disebut Dayak Warukin adalah subetnis suku Dayak Maanyan yang mendiami desa Warukin, Haus, dan sekitarnya di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.  Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang di sekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar. Dayak Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah "benua" berasal dari Bahasa Melayu Banjar.
            Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia. Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Kuala Lupak (Banjar Kuala) sekitar 50%. Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Asam-Asam sekitar 57%. Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu diantaranya wilayah keadatan Dayak Maanyan yaitu :
  1. Wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin
  2. Wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan Upau, Haruai, Bintang Ara.[4]
  3. Wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro.
  4. Wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai.
Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.

Orang Dayak Warukin adalah suku Ma'anyan yang terdapat didesa Warukin dan Haus, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

            Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang disekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar. Hal ini bisa terjadi karena dahulu kala daerah disekitar lembah sungai Tabalong pada umumnya adalah wilayah tradisional suku Ma'anyan, tetapi akhirnya mereka terdesak oleh perkembangan Kerajaan Negara Dipa yang menjadi cikal bakal suku Banjar. Selanjutnya suku Maanyan terkonsentrasi disebelah barat yaitu diwilayah kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Dan sebagian terdapat disebelah timur yaitu dikabupaten Kotabaru yang disebut Dayak Samihim.

            Dayak Warukin didesa Warukin, kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Ma'anyan Banua Lima. Ma'anyan Banua Lima merupakan subetnis Ma'anyan yang terdapat dikecamatan Banua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Ma'anyan Paju Lima.
 Istilah Banua berasal dari bahasa melayu Banjar. Upacara adat Rukun Kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut Mambatur. Istilah ini pada subetnis Ma'anyan Banua Lima pada umumnya disebut Marabia.

Tradisi Orang Dayak Ma’anyan

            Berikut tradisi turun-temurun orang Ma’anyan yang seharusnya tetap dilestarikan dan yang hampir terlupakan, tradisi yang berkaitan dengan usaha/kegiatan kebutuhan hidup masyarakat ;
1)      NGANYUH MU’AU / IPANGANDRAU
            Untuk memenuhi kebutuhan hidup,  orang Dayak Ma’anyan bercocok-tanam dengan berladang dan mayoritas daerah perbukitan dengan ketinggian sedang dan berpindah-pindah setelah lahan sudah tidak menghasilkan. Lalu diganti dengan perkebunan, yaitu KARET.
Dalam tradisi berladang orang Dayak Ma’anyan, ada yang hampir terlupakan dan bahkan saat ini sudah ada yang tidak melaksanakan tradisi tersebut; yakni NGANYUH MU’AU / PANGANDRAU.
            Nganyuh Mu’au atau Ipangandrau dilaksanakan orang Ma’anyan ketika mereka memulai menabur bibit padi. Disini terlihat kebersamaan suku Dayak Ma’anyan khususnya, dimana masyarakat secara bersama-sama turut dalam menabur benih salah satu keluarga atau tetangga bahkan dari desa berbeda yang biasanya selesai pada hari itu juga oleh orang yang jumlahnya banyak tersebut.
Adapun kebiasaan yang dilakukan, yaitu beberapa orang laki-laki membawa EHEK (alat dari kayu untuk melobangi tanah yang kemudian di tabur benih) berjalan didepan yang di komando/dipimpin  oleh seorang PANGAYAK, yaitu orang yang memimpin gerakan menanam benih ini agar tertib dengan kaidah-kaidah menurut adat yang biasanya dari keluarga yang melaksanakan kegiatan NGANYUH ini. Sedangkan para perempuannya berjalan dibelakang dengan membawa BAJUT (sebuah wadah dari anyaman digunakan sebagai tempat WINI / benih) dan dengan tertib menabur benih tadi kedalam lobang EHEK yang dibuat oleh para pria tadi.

            Setelah sampai waktunya untuk beristirahat, maka warga yang membantu dalam kegiatan tersebutpun disuguhi dengan berbagai penganan khas suku Ma’anyan; seperti BUBUR WADAI, KALUWIT, dan banyak lagi hingga makan siang. Ada suatu tempat tepat ditengah-tengah ladang/ UME yang tidak boleh ditanami dengan benih, yang disebut; “PANGKAT PALANUNGKAI”, luasnya sekitar 4 meter persegi. Tempat ini diyakini secara turun-temurun adalah tempat para dewi padi untuk menjaga ladang tersebut dari gangguan binatang/hama yang dapat merusak padi setelah tumbuhnya, sehingga hasil tanam lebih baik dan maksimal.
Setelah satu hari penuh telah dilaksanakan gotong-royong pada UME salah satu warga, maka hari berikutnya setelah ditentukan sebelumnya dilanjutkan ke UME warga yang lainnya, demikian seterusnya secara bergantian sampai masa tanam selesai.
Itulah tradisi Suku Dayak Ma’anyan yang disebut “NGANYUH MU’AU” atau juga sering disebut “IPANGANDRAU”
            Untuk melihat tradisi ini, anda bisa mengunjungi desa-desa di pedalaman Barito Timur sekarang, secara contoh; anda bisa menjumpai tradisi tersebut di Kecamatan Paju Epat, seperti di Desa Murutuwu, Telangsiong, Balawa dan sekitarnya.
2)     NIKEP-NUHAK-NARIUK
      Tradisi ini biasa ramai-ramai dilakukan masyarakat suku Dayak Maanyan ketika musim kemarau tiba.
3)     MUWU-NANGKALA
            Ketika musim hujan tiba, air memenuhi sungai-sungai kecil diwilayah sekitar pemukiman masyarakat suku Maanyan. Pada musim kedalaman air yang pasang, sering dimanfaatkan warga untuk menangkap KENAH (ikan) yang ada di sepanjang aliran sungai sekitar sebagai lauk-pauk warga yang ditangkap secara tradisional menggunakan WUWU atau TANGKALA (sejenis perangkap ikan yang terbuat dari bambu atau buluh).
     
4)   NIN’NYAK-NAMPALENG
                  Tradisi NIN'NYAK-NAMPALENG adalah  sebagai pekerjaan sampingan para warga MAANYAN dahulu kala, dan bahkan sampai sekarang. Tradisi tersebut adalah menangkap binatang buruan didalam hutan dengan menggunakan jerat sintetis maupun tali logam untuk disantap sebagai lauk. Namun sekarang ini sudah sangat sulit untuk mendapatkan binatang buruan karena banyak hutan-hutan tempat populasi binatang buruan tersebut di babat oleh oknum-oknum tertentu bahkan oleh investor perusahaan perkebunan.

Dayak Maanyan Yang Mengatur Perkawinan

            Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan perkawinan,  para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup mereka. Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yag ditempuh menuju jenjang perkawinan dapat berupa:
  1. Ijari
                Pasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan. Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk perencanaan kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan. Pertemuan tersebut menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai bukti resmi saat perkawinan dilaksanakan.
  2. Peminangan
                Acara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris kedua remaja saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang mencantumkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula semua barang bukti peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.
Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat di Desa Warukin Kabupaten Tabalong
  1. Singkup Paurung Hang Dapur Tata
            Cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat) dan Ahli Waris kedua pengantin. Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa: Keagungan Mantir Kabanaran Pamania Pamakaian Tutup Huban (kalau ada) Kalakar, Taliwakas Turus Tajak Pilah Saki tetap dilaksanakan.

  1. Adu Bakal

            Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah bersama untuk mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila perkawinan lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka pengantin akan dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum Sapuhirang”.
  1. Adu Jari (adu biasa)

            Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai. Perempuan mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin laki-laki. Setelah upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata “Kasianan” yang artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru. Dalam perkawinan ini ada hukum “lanyung ume petan gantung”
  1. Adu hante

            Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu maupun kurang mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara perkawinan ini disertai upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar menjadi pasangan yang berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang dilapisi 9 susun kain dan diapit 9 orang pemuda/i.
Perkawinan Ala Dayak Manyaan
            Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak Manya sepreti di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu.

            Tapi Minggu (27/4), warga dayak Warukin mempertontonkan tahapan adat dalam perkawinan bagunung perak yang langka karena sudah lebih lima puluh tahun tidak pernah digelar. lagi.
            Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya.
            Bila dalam garis keturunan tidak pernah ada yang melaksanakan, maka anak cucunya juga tidak boleh atau akan terkena bala. Acara kemarin merupakan upaya mengangkat khasanah budaya dayak yang langka itu, yang dibesut Bagian Pariwisata Kabupaten Tabalong bekerja sama dengan perusahaan swasta (PT Adaro Indonesia) melalui dana community development (CD)nya.

            Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki bernama Mangaci ke rumah mempelai wanita bernama Rohepilina di balai adat desa setempat sekitar pukul 09.30 Wita.
Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan sore menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir.

            Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah diizinkan, mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting tali dari janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan musik tradisional, simbol kebahagiaan. Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga mempelai dikawal penari dan balian bawo masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo lalu berhenti di depan pintu dan menyapa keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum masuk. Dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun pandan.

            Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala kerbau.

            Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru hitam bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai simbol kejantanan dan kebangsawanan.

            Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi hampir selesai. Sebab setelah dilakukan saki pilah atau pemalasan pengantin agar direstui Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi diserahkan oleh keluarga masing-masing.

TRANSISI ADAT PERKAWINAN WARGA DAYAK Musik Pop Gantikan Giring-giring

            Lagu pop bernada ceria membahana dari lokasi hajatan pernikahan salah satu warga Dayak Manyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, Sabtu (26/5).  Dua speaker di sudut kiri halaman rumah mempelai di RT 3 desa itu berdetak kencang seiring tempo lagu. Para tamu yang hadir pun tampak larut dalam alunan lagu-lagu yang sedang ngetop itu.
            Ini berbeda dari kebiasaan warga suku itu, yang biasanya menyajikan hiburan saat pesta pernikahan dengan tarian giring-giring. "Sekarang disesuaikan kemampuan yang punya hajatan," kata Ulinawati, Kepala Desa Warukin.
            Mencari penari giring-giring di zaman seperti sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa setempat hanya ada satu grup tari yang kini sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak ke Jakarta.
            Ditambah lagi saat ini banyak warga Desa Warukin bekerja di sektor formal seperti di perusahaan atau pegawai negeri. Karena itu mereka tidak punya banyak waktu dan dana untuk menggelar hajatan sesuai adat yang biasanya berlangsung sampai tiga hari berturut-turut.
            Humas Adat warga Dayak Manyan Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak hanya pakaian pengantin dan hiburan bagi para tamu yang mulai mengalami pergeseran mengikuti tren zaman. Ada pula sejumlah tahapan adat yang sengaja dipangkas karena bukan keharusan.
"Misalnya, tradisi potong tali banjang sebagai bentuk penerimaan keluarga salah satu mempelai yang berasal dari luar kampung. Sebagian dari kami tidak menyelenggarakan lagi, karena sudah cukup prosesi inti, seperti hukum adat," paparnya.  Menurutnya prosesi potong tali banjang-- berupa tali katun yang digantungi aneka buah-buahan dan janur, kini merepotkan karena harus mengundang balian dari luar kampung.
            Di kampung setempat tidak ada lagi balian, karena rata-rata warga telah beragama Kristen.  Dari semua tahapan pernikahan warga Dayak, hanya hukum adat saja yang masih dipertahankan. Biasanya tahapan simbolis ini dilakukan sehari atau sesaat sebelum kedua mempelai dipertemukan dan duduk di pelaminan.
            Hukum adat adalah tahapan pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan seluruh anggota keluarga besar terhadap lamaran yang diajukan mempelai pria.  Pada kesempatan itu keluarga besar kedua belah pihak juga saling berkenalan, menyampaikan tanggapan dan persetujuan atas pernikahan yang akan dilaksanakan.
            Selain hukum adat tradisi yang masih lestari adalah turus tajak atau pembacaan sumbangan para tamu undangan. Pada kesempatan ini jumlah sumbangan dan pesan si penyumbang dibacakan secara langsung oleh penghulu adat atau yang bersangkutan sebagai kenang-kenangan dan ucapan selamat.
            Waktu penyelenggaraan pernikahan juga relatif unik, biasanya menjelang Magrib sampai dini hari. Menurut Ulinawati, hal tersebut sudah dilakukan sejak dulu menyiasati kesibukan tetangga dan handai taulan di ladang pada siang hari.

               desa warukin, kabupaten tabalong, kalimantan selatan akan ada simulasi  perkawinan adat dayak (begunung perak) yang di prakarsai oleh masyarakat  setempat. Konon acara ini di adakan untuk menggali kembali kebudayaan dayak  yang sudah hampir punah. Dalam meuwujudkan simulasi ini panitia melibatkan  berbagai suku yang hidup beriringan disekitarnya, termasuk didalamnya suku  banjar dan suku jawa.

               Begunung perak adalah prosesi perkawinan adat dayak kalsel yang hampir punah. Perkawinan adat dayak ini menurut ketua adat setempat diadakan terakhir pada  tahun 1983. Sebenarnya saya juga gak begitu ngerti tentang begunungan perak, ini jelas membuat saya penasaran sekaligus deg-degan.

               Desa warukin terletak di kabupaten tabalong, kalimantan selatan. Dari  Banjarmasin 6 jam driving (kalo jalanan lancar, ada titik2  kemacetan pada siang hari), arah ke utara melalui jalan lintas propinsi menuju  ke balikpapan. Untuk akses darat bisa menggunakan bus  jurusan balikpapan di  sore sampai malam hari, atau menggunakan angkot. Akses udara bisa menggunakan  pelita air dengan durasi + 45 menit pada jam 12.30 siang (hari minggu off),  Sedangkan untuk akses air bisa menggunakan speed boat dari pelabuhan trisakti  (banjarmasin) + 4-5jam. Tapi sayang untuk menuju ke lokasi tidak ada  transportasi umum. Untuk akses darat dan udara hanya bisa sampai jalan lintas  propinsi saja. Apalagi dengan akses sungai hanya bisa sampai di daerah kelanis  ( 1,5jam kearah barat warukin).
Adat Perkawinan Orang Maanyan (suku dayak Warukin)
            Menurut kepercayaan orang Maanyan merupakan suatu keharusan apabila usianya sudah memenuhi persyaratan untuk membina sebuah rumah tangga. Dan jenis perkawinan yang ada adalah sebagai berikut :
  1. Adu Pamupuh, perkawinan yang dilakukan oleh orang tua dari kedua belah pihak yang merestui hubungan pasangan tersebut yang disaksikan oleh Mantir serta Pangulu, akan tetapi tidak diperbolehkan kumpul sebagai suami istri. Hal ini tidak lain dari pada pertunangan, sedangkan upacara perkawinan yang sebenarnya masih mempunyai tenggang waktu yang telah disepakati bersama-sama dari kedua belah pihak.
  2. Adu Ijari, perkawinan yang dilakukan oleh dua sejoli, yang melarikan diri serta minta dikawinkan kepada wali dari salah satu pihak dari calon mempelai, serta tidak kepada orang tua sendiri. Biasanya pasangan yang Ijari itu menyerahkan bukti berupa cincin, kalung dan sebagainya bahwa mereka ingin dikawinkan. Perkawinan Ijari berasal dari kata jadi atau lari. Dalam perkawinan ini terjadi ketidakcocokan diantara orang tua tapi kedua sejoli tersebut harus dikawinkan.
  3. Adu Pangu'l, Perkawinan yang direstui oleh kedua belah pihak dari pasangan kedua mempelai. Perkawinan ini dilakukan pada malam hari dengan disaksikan oleh Mantir Epat dan Pangulu Isa beserta dengan wali dari kedua belah pihak.
  4. Adu Gapit Matei Mano, Ayam yang dipotong ialah dari jenis jantan sebanyak dua ekor. Kedua mempelai duduk diatas 9 buah gong diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Biasanya mereka yang mengapit itu adalah saudara dekat dari kedua mempelai yaitu sepupu sekali. Perkawinan itu disyahkan dengan memercikkan darah ayam dengan daun bayam istambul dan daun kammat, kepada pakaian kedua mempelai. Turus Tajak, atau sumbangan dari para hadirin diberikan pada waktu itu kepada kedua mempelai. Disamping Turus Tajak ada jugahadirin yang memberikan sumbangan berikut melalui petuah akan kegunaan sumbangan tadi kepada kedua mempelai. Petuah yang diberikan itu maksudnya membina rumah tangga yang baik disebut Wawaling. Pada acara perkawinan ini tanpa diakan wadian.
  5. Adu Gapit Matei Iwek, Pada acara perkawinan ini sama dengan "Adu Gapit Matei Mano", tetapi binatang korban bukan lagi ayam jantan, melainkan diganti dengan babi atau iwek.
  6. Adu Gapit Manru Matei Iwek, pada acara perkawinan ini, kedua mempelai sama duduk diatas 9 buah gong, diapit oleh 4 wanita dan 3 pria, ditambah dengan Wadian Bawo. Perkawinan ini adalah sebuah perkawinan yang tinggi nilainya, dalam susunan perkawinan di daerah Kerajaan Nansarunai. Perkawinan ini disertai oleh hukum adat yang harus dituruti oleh kedua mempelai.
Ketentuan hukum adat itu adalah :
  1. Hukum Kabanaran 12 rial
  2. Hukum Pinangkahan, artinya ialah kedua mempelai harus membayar denda perkawinan bilamana wanita menikah lebih dahulu dari kakaknya.
  3. Hukum adat, harus memberikan hadiah kepada pihak kakak atau nenek mempelai wanita, bilamana yang bersangkutan masih mempunyai kakek atau nenek yang masih hidup.
  4. Pihak mempelai pria harus mengeluarkan pakaian lengkap kepada mempelai wanita.
            Acara perkawinan ini dilengkapi dengan namuan gunung perak, yaitu sebagai pelengkap wadian bawo. Lama perkawinan ini adalah 2 hari, 2 malam.
Pada acara perkawinan ini ada upacara yang dinamakan Nyamm'a Wurung Ju'e. Hal ini sebenarnya mencari kedua mempelai dari antara para hadirin untuk dipersandingkan diatas gong yang telah disediakan. Acara Nyamm'a Wurung Ju'e bila yang dicari mempelai wanita maka disebut "Mintan Wurung Ju'e", sedangkan untuk mencari mempelai pria disebut "Mulut Wurung Ju'e". Acara mencari kedua mempelai ini disaksikan oleh Mantir dan Pangulu, setelah kedua mempelai yang sebenarnya ditemukan oleh wadian mereka lalu disuruh duduk diatas gong yang diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Peristiwa itu disaksikan mantir dan pangulu serta para kaum kerabat dan hadirin yang hadir.
            catatan : Real adalah mata uang bangsa Arab, yang dipakai sebagai alat jual beli ketika orang Maanyan berdagang dari Kalimantan Selatan hingga ke Madagaskar dari abad ke-10 sampai abad ke-14. Mantir dan Pangulu memercikkan atau mamalas darah babi kepada kedua mempelai, beserta memberi wawaling dan hadirin memberi Turus Tajak.
Wawaling dan Turus Tajak diberikan sebagai langkah awal kedua mempelai membina rumah tangga yang baik dan sempurna untuk kemudian hari.
Dalam perkawainan Adut Gapit Manru Matei Iwek ini ada acara yang dinamakan "Pagar Tonnyo'ng" yaitu didepan pintu pagar rumah calon mempelai wanita, keluarga dari calon mempelai pria mengucapkan syair-syair semcam puji-pujian yang disambut oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dengan penuh penghargaan yang tulus atas kedatangan keluarga calon mempelai pria. Keluarga calon mempelai pria membawa hantaran berupa, lemang yang dibawa oleh orang membawa tombak. Batang-batang lemang ditaruh didalam kantongan dibelakang pemegang tombak.

Keunikan Iwurung Juwe dalam Pernikahan Suku Dayak Maanyan

            Di blog ini saya pernah membagikan informasi budaya daerah tentang prosesi pernikahan suku adat dayak maanyan di Kalimantan Tengah yang di dahului dengan sebuah acara yang disebut dengan Pemenuhan Hukum Adat. Bagi anda yang belum pernah membacanya, dapat kembali membaca dengan mengklik link berikut ini Bagi-Bagi Info Budaya
Pasukan Dayak di minta mencari wurung juwe
            Pemenuhan Hukum Adat bukanlah pernikahan sah, tetapi lebih mengarah kepada proses awal sebelum dilaksanakannya Akad Nikah atau Peneguhan Pernikahan menurut aturan agama dan Undang-Undang yang sah dan berlaku di negara Indonesia. Jadi setelah anda bersanding untuk memenuhi Hukum Adat tersebut, tidak lantas anda sah sebagai pasangan suami isteri, karena ini hanya merupakan proses awalnya saja.

            Saya akan memberikan gambaran tentang apa itu Prosesi Adat  Iwurung Juwe dalam Suku Dayak Maanyan. Ini merupakan bagian unik dan mengandung unsur lucu (funny), karena pernikahan adalah tentang sukacita dimana dua orang manusia berlainan jenis dan seluruh keluarga keduanya disatukan menjadi satu keluarga besar.
Pasukan dayak & dayangnya mencari wurung juwe

            Ketika anda (calon pengantin pria) duduk di pelaminan adat, anda akan di datangi oleh pasukan dayak dan dayang-dayangnya karena dipanggil oleh penghulu adat untuk meminta bantuan menemukan wurung juwe  (calon pengantin wanita) yang ingin anda persunting. Setelah pasukan dayak dan dayangnya bertanya apa gerangan sehingga mereka dipanggil dan dijawab oleh penghulu adat, maka merekapun mulai mencari wurung juwe tersebut.
            Hal yang unik dan menarik adalah anda akan didatangkan dua orang perempuan secara bergantian oleh pasukan dayak tersebut dan mempertanyakan benar atau tidak wurung juwe yang mereka bawa adalah orang yang anda cari. Disini anda tidak boleh serta-merta menjawab "tidak" atau "ya", tetapi anda menjawab dengan cara bagaimana anda mengetahui ciri-ciri fisik sang wurung juwe yang anda cari.
wurung juwe bayangan

wurung juwe bayangan lainnya lagi di rayu
Hal yang menarik adalah anda bisa membuat guyonan seperti yang dilakukan oleh salah satu calon pengantin pria yang berkata "kebiasaan saya untuk mengetahui ciri-ciri pujaan hati saya adalah dengan memasang kacamata saya terlebih dahulu. Karena dengan kacamata ini segalanya tentang pujaan hati saya akan terlihat terang dan menyejukan hati saya".  Kadang mendengar guyonan tersebut, para tamu undangan akan ikut tertawa.  
             Disamping itu Pasukan Dayak adalah pasukan yang memiliki karakter pandai berbicara lucu dan menarik juga, sehingga anda sebagai calon pengantin pun bisa terbawa. Misalnya begini, ketika wurung juwe yang mereka dapatkan adalah calon pengantin wanita yang anda cari, pasukan dayak bisa saja berkata "Tolong, jangan anda katakan bahwa ini wurung juwe anda, karena kami perlu orang seperti ini untuk memperbaiki keturunan kami yang kurang bagus di kampung". Candaan seperti itu ini yang menjadikan acara Iwurung Juwe menjadi sangat meriah.

            Disamping itu penari atau pasukan wadian dayak ini juga memiliki kesempatan melawak dengan cara merayu perempuan yang mereka balutkan kain berwarna kuning yang di coba sebagai wurung juwe kepada anda. Karena setelah anda katakan "ini bukan wanita yang saya cari" maka para pasukan pun diperbolehkan untuk melancarkan rayuan-rayuan gombal mereka (walaupun hanya sebatas bercanda).

Suguhan tarian dayak dihadapan calon pengantin
            Setelah acara mendapatkan wurung juwe ini selesai, anda juga disuguhkan tarian khusus pasukan dayak dan dayang-dayangnya dan dari situ pula anda mendapatkan wejangan langsung dari pimpinan pasukan dayak tentang bagaimana menjaga keutuhan sebuah rumah tangga agar tetap bahagia selama-lamanya.
            Nah, jika suatu saat nanti anda mendapatkan calon isteri yang berasal dari suku Dayak Maanyan, maka bersiap-siaplah untuk mengikuti dan merasakan bagian demi bagian dalam pemenuhan hukum adat ini yang merupakan bagian dari proses awal memasuki acara pernikahan termasuk bagaimana kenangan terindah untuk menikmati acara Iwurung Juwe satu kali seumur hidup anda.


TARI GIRING-GIRING

            Apakah anda sadar, gambar tarian dayak yang ada pada uang pecahan Rp. 2.000,- itu adalah tarian adat Ma'anyan yang disebut tari Giring-giring / tari gangereng. Tarian giring-giring pada kalangan suku dayak Ma'anyan, merupakan tarian khas untuk acara dalam penyambutan tamu terhormat (bagi yang siapapun yang pertamakali datang ke wilayahnya, suku Maanyan menganggap suatu kehormatan). Akan tetapi saat ini, saya sangat jarang sekali menyaksikan tarian giring-giring baik dalam penyambutan tamu resmi maupun dalam acara adat perkawinan Dayak Maanyan. Hal tersebut membuat saya prihatin bahwa suatu saat tarian tradisional ini akan lenyap, bahkan paten-nya diambil dari daerah lain. Perlu diketahui, bahwa tari giring-giring sejatinya berasal dan dilestarikan diwilayah Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur yang notabene dihuni sebagian besar suku Ma'anyan..
            Beberapa kali saya sarankan kepada para penggiat sanggar tari, agar mereka menampilkan tarian giring-giring pada acara perkawinan adat suku Dayak Ma'anyan agar khasanah budaya kita jangan sampai rapuh dan lenyap. Sebab usul saya tersebut dirasa sangat beralasan karena dalam acara perkawinan adat Ma'anyan ada salah satu sesi yang berhadap-hadapan dengan tamu baru, dimana calon mempelai pria berada pada luar pagar (banjang). Nah, pada acara adat Natas Banjang inilah yang saya maksudkan untuk ditampilkan tarian giring-giring, baru setelah Iwurung Juwe ditampilkan tarian gelang  (Dadas dan Bawo).
            Hal tersebut semua saya maksudkan semata hanyalah untuk menjaga kelestarian khasanah budaya kita, karena bukan mustahil jika suatu saat tari giring-giring ini yang (menurut saya) nilai plus budaya kita nantinya akan terkenal di Kalimantan Selatan, padahal asal-muasalnya dari wilayah Barito Selatan dan Timur. itu terjadi jika kita tidak menjaga, melestarikan, serta mempromosikan berbagai budaya adat kita orang penduduk asli tanah Barito yaitu DUSMALA.
 Daftar Rujukan
http://aripemberiano.blogspot.com
http://nawuraha.blogspot.com/2011/07/orang-dayak-warukin.html?utm_source=BP_recent
https://www.mail-archive.com/indobackpacker@yahoogroups.com/msg07432.html
http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku-dayak-warukin.html
http://astikomaanyan.blogspot.com/